Sabtu, 25 Juni 2011

MANAJEMEN SUNBER DAYA PERIKANAN

MANAJEMEN SUMBER DAYA PERIKANAN
Perikanan dan kelautan di Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting yang perlu dikelola secara berkelanjutan, Agar dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat pada saat ini dan generasi yang akan datang, sekaligus tetap mendukung kelestarian alam, sseluruh potensi sumber daya alam di wilayah Negara Republik Indonesia tersebut harus dapat diidentifikasi, dikelola, dan dikonversi sedemikian rupa sesuai dengan kaidah keseimbangan ekosistem.

Dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan, manajemen sumber daya alam merupakan agenda keempat dalam Agenda 21 Indonesia. Upaya manajemen sumber daya alam haruslah diarahkan tidak saja untuk kepentingan jangka pendek nasional demi meningkatkan devisa negara, tetapi juga kepentingan jangka panjang dalam skala yang lebih luas. Manajemen sumber daya perikanan merupakan bagian yang penting dari manajemen sumber daya alam, mengingat kekayaan dan keanekaragaman perikanan dan kelautan di Indonesia, sehingga perlu dilakukan secara khusus. Sehubungan dengan hal tersebut maka Manajemen Sumber Daya Perikanan yang tujuan instruksional umum, yaitu agar Anda mampu menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya perikanan berbasis pembangunan berkelanjutan.

POTENSI SUMBER DAYA LAUT NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Perairan umum adalah bagian permukaan bumi yang secara permanen atau berkala digenangi air, baik air tawar, air payau maupun air laut. Kepemilikan perairan ini tidak dimiliki perorangan karena berfungsi umum. Perairan dapat diklasifikasikan secara morfologi, hidrologi, ekologi, dan cara pembentukannya. Di samping itu, perairan merupakan bagian dari sumber daya alam yang harus dikelola agar bermanfaat.
Sesuai dengan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU No. 17/1985 dan sudah diberlakukan sejak 16 Nopember 1994 maka telah terjadi revolusi besar dalam Hukum Laut. Ada 10 kawasan laut yang untuk masing-masing kawasan tersebut diberlakukan ketentuan-ketentuan yang berbeda-beda tentang wewenang negara atas laut dan sekaligus atas kekayaan alam yang ada di laut tersebut. Kawasan-kawasan laut yang dimaksud adalah 1) perairan pedalaman, 2) perairan Nusantara, 3) laut wilayah, 4) zona ekonomi eksklusif (ZEE), 5) zona berdekatan, 6) landas kontinen, 7) laut bebas, 8) dasar laut internasional, 9) selat, dan 10) laut tertutup atau separuh tertutup.
Selain itu, negara-negara yang tidak berpantai, seperti Laos juga dijamin kesempatannya untuk mempunyai akses ke laut ataupun untuk ikut memanfaatkan "surplus" perikanan di ZEE berdasarkan suatu perjanjian dengan negara yang mempunyai kedaulatan atas kekayaan alam di ZEE tersebut.
Berdasarkan pembagian kawasan laut seperti di atas maka:
1. Indonesia mempunyai kedaulatan wilayah atas Perairan Pedalaman, Perairan Nusantara, Laut Wilayah dan atas seluruh kekayaan alam, baik hayati maupun nonhayati di perairan-perairan tersebut dengan menghormati traditional fishing right negara-negara tetangga yang terdekat di perairan-perairan tertentu di perairan Nusantara yang pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan suatu perjanjian bilateral dengan Indonesia.
2. Indonesia mempunyai kedaulatan dan kekayaan alam di ZEE dan landas kontinen, tetapi tidak mempunyai kedaulatan wilayah atas kawasan-kawasan tersebut. Pelaksanaan kedaulatan dan kekayaan tersebut memuat ketentuan 'surplus' perikanan di ZEE dan ketentuan revenue sharing atas eksploitasi kekayaan alam di landas kontinen di luar batas 200 mil.
3. Indonesia mempunyai kewenangan-kewenangan tertentu atas zona tambahan yang umumnya adalah untuk keperluan bea cukai, imigrasi, karantina kesehatan dan mencegah pelanggaran dan ketentuan perundang-undangan dalam wilayahnya.
4. Indonesia mempunyai kepentingan atas pemeliharaan atas sumber-sumber perikanan di laut bebas di luar ZEE walaupun tidak mempunyai kedaulatan wilayah atau kedaulatan atas kekayaan alam di laut bebas tersebut. Kepentingan ini diatur dalam suatu implementing agreement mengenai perikanan di Laut Bebas yang telah dirumuskan oleh suatu Konferensi PBB dan telah ditandatangani oleh Indonesia akhir tahun 1995, tetapi pada saat ini belum berlaku.
5. Indonesia mempunyai kepentingan atas pengelolaan kekayaan alam di dasar laut internasional walaupun tidak mempunyai kedaulatan atas kawasan tersebut ataupun atas kekayaan alamnya. Kepentingan Indonesia ini adalah untuk menjaga agar eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam tersebut, khususnya nikel, tembaga, kobalt, dan mangan tidak merupakan saingan yang mematikan bagi kemungkinan pengembangan mineral yang sama dalam wilayah Indonesia, baik wilayah darat maupun wilayah laut. Indonesia selama sepuluh tahun menjadi ketua dari suatu komisi persiapan PBB untuk melindungi kepentingan negara-negara berkembang dalam masalah penambangan mineral di dasar laut dalam ini. Indonesia kini presiden dari Badan Otorita Dasar Laut Internasional tersebut.
Jadi, dengan Ketentuan Hukum Laut Internasional yang baru ini, wilayah kedaulatan Indonesia telah berkembang menjadi 2 juta kilometer persegi, sedangkan wilayah kekayaan alamnya telah berkembang menjadi kira-kira 8 juta kilo meter persegi. Kekayaan ini menunjukkan masih sangat luasnya potensi kekayaan alam di Laut Indonesia dan laut-laut se-Indonesia yang dapat dan perlu dimanfaatkan untuk pembangunan nasional dalam jangka panjang mengingat sebagian besar dari kekayaan alam tersebut, baik hayati maupun nabati, belum dimanfaatkan. Malah sebagian besar sumber daya tersebut belum diteliti letak dan potensinya secara mendalam. Karena itu, Indonesia perlu lebih meningkatkan perhatian terhadap pengembangan kemampuan kelautan Indonesia untuk dapat memanfaatkan dan melestarikannya bagi kepentingan pembangunan nasional secara berkesinambungan (sustainable).
Batas wilayah pengelolaan laut daerah kabupaten/kota berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 adalah sejauh sepertiga dari wilayah laut daerah provinsi atau 4 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas atau perairan kepulauan. Cara penentuan batas kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota di wilayah laut harus didasarkan pada prinsip-prinsip geodetik.
Kewenangan pengelolaan laut kabupaten/kota menurut Pasal 10 Ayat (2) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 adalah kewenangan dalam bidang berikut ini.
1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut.
2. Pengaturan kepentingan administratif.
3. Pengaturan tata ruang.
4. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah.
5. Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
Kekayaan laut dan dasar laut meliputi sumber daya hayati dan sumber daya nonhayati. Sumber daya hayati, seperti ikan, binatang dan tumbuh-tumbuhan laut, terumbu karang dan mangrove. Sedangkan sumber daya nonhayati, seperti minyak dan gas bumi termasuk energi dan mineral. Energi terdiri dari energi terbarukan (renewable), seperti air, panas bumi, biomas, matahari, angin dan laut, serta energi tak terbarukan (non-renewable), seperti uranium dan gas methane.
Ekosistem-ekosistem pantai yang tergolong agroekosistem adalah pertambakan, pantai pasir, estuari, hutan rawa pasang-surut, mangrove, padang lamun, terumbu karang, demersal, dan pelagis. Di antara ekosistem-ekosistem tersebut terdapat empat ekosistem sangat utama yang terkait dengan sumber daya hayati pantai, yaitu terumbu karang, mangrove, estuari dan padang lamun. Berbagai ekosistem di atas banyak di antaranya yang telah dimanfaatkan secara rasional dan telah mengalami dampak lingkungan yang mencemaskan.
Di masa depan, berkaitan dengan upaya peningkatan pemanfaatan sumber daya perikanan maka diperlukan alih dan penerapan teknologi modern sebagai satu-satunya pilihan guna mengantisipasi peningkatan pemanfaatan yang cepat baik secara kuantitatif dan kualitatif.
Potensi sumber daya laut lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah benda berharga yang berasal dari muatan kapal tenggelam di masa lalu. Untuk itu pemerintah telah melakukan tindakan-tindakan pengamanan, antara lain melalui penerbitan Keputusan Presiden (Kepres).
Di lain pihak, banyak kelemahan-kelemahan dalam bidang penelitian, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya bawah air telah menimbulkan permasalahan di Indonesia. Kita tertinggal jauh dalam hal tersebut di atas dari negara-negara barat, bahkan dari negara-negara tetangga sekalipun. Ironis memang karena luas laut Indonesia dan kedudukannya dalam lalu lintas dan jalur dagang regional dan internasional amat strategis.
Secara garis besar identifikasi potensi terdiri dari identifikasi potensi sumber daya perikanan, potensi ekonomi, potensi sosial, dan kelembagaan lokal dan identifikasi isu-isu pengelolaan sumber daya perikanan.
Dalam melakukan kegiatan identifikasi potensi sumber daya perikanan, secara ringkas tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan adalah snap shot/verifikasi kondisi perikanan, pendugaan stock, analisis sustainabilitas, analisis kontras, analisis optimalisasi, penetapan kebijakan dan evaluasi.
Untuk menilai manfaat ekonomi sumber daya pada suatu kawasan digunakan pendekatan economie value yang terdiri dari use volue dan non-use value. Use value merupakan nilai yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya secara langsung/tidak langsung. Sementara non-use volue merupakan nilai sumber daya atas keberadaannya meskipun sumber daya tersebut tidak dikonsumsi langsung.
Potensi sosial dan kelembagaan lokal umumnya adalah hak-hak ulayat laut dan berbagai aturan lokal, pemangku kepentingan, lembaga lokal formal dan informal. Salah satu cara untuk mengidentifikasi potensi dan kelembagaan lokal adalah dengan menggunakan metode PRA.

Pengelolaan laut yang dilakukan secara sektoral tanpa memperhatikan pola perencanaan dan pengelolaan laut secara terpadu, pada akhirnya dapat dipastikan berlanjutnya degradasi sumber daya laut dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Perencanaan dan pengelolaan laut berbasis ekosistem sangat relevan untuk strategi pembangunan berkelanjutan karena akan dapat menjamin proses ekologi di laut, keanekaragaman biologi laut, dan kelangsungan hidup untuk seluruh populasi spesies laut asli.
Implementasi dari perencanaan dan pengelolaan laut secara terpadu dan berbasis ekosistem harus dilakukan melalui proses perencanaan wilayah laut (regional marine planning). Untuk itu diperlukan partisipasi Pemda dan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka integrasi perencanaan dan pengelolaan lintas provinsi. Pemerintah perlu mewujudkan pengaturan perencanaan dan pengelolaan laut yang mampu untuk mengakomodasi hal-hal, seperti penataan wilayah berbasis ekosistem laut skala luas, dan mendorong persiapan dan implementasi perencanaan wilayah laut.
Perubahan paradigma pembangunan yang sentralistik menjadi desentralisitik secara langsung mempengaruhi bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan. Di samping itu, perubahan tersebut memiliki dampak yang berkaitan langsung dengan kelembagaan, baik di pusat maupun di daerah. Untuk itu diperlukan strategi dan taktik komprehensif yang dapat mengakomodasi kepentingan-kepentingan kabupaten/kota, provinsi, dan lintas provinsi, dalam hal pengelolaan kelautan dan pemanfaatan sumber daya kelautan untuk kepentingan nasional.

Kebijakan kelautan sektoral meliputi aspek-aspek, yaitu 1) Perikanan, 2) Pertambangan dan energi, 3) Angkutan laut dan perhubungan, 4) Wisata bahari, 5) Industri maritim dan perkapalan, 6) Bioteknologi laut, 7) Warisan peradaban (alam dan budaya) laut, 8) Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, 9) Riset ilmiah laut, 10) IPTEK kelautan, 11) Sumber daya manusia kelautan, 12) Pertahanan dan keamanan laut.
Pengelolaan laut yang dilakukan secara sektoral tidak mungkin bisa dipertahankan lagi. Kegiatan kelautan sektoral haruslah dikelola secara bersama-sama, saling mendukung satu sama lain dan menunjang kelangsungan ekologi laut. Oleh karena itu, kebijakan kelautan sektoral harus mempertimbangkan seluruh aspek yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan.
UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah bermakna penting dalam pengelolaan sumber daya laut, berupa pengaturan wilayah otonomi pengelolaan laut, yaitu 12 mil kawasan laut dari garis pantai di bawah kekuasaan pemerintah provinsi dan yaitu 4 mil di bawah kekuasaan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan masalah yang timbul dalam pengelolaan sumber daya alam, meliputi konflik lokasi dan alokasi, peningkatan pencemaran dan penurunan kualitas, serta kuantitas sumber daya. Desentralisasi di bidang kelautan dan perikanan memiliki makna penting dari perspektif sumber daya, sosial-kelembagaan, ekonomi, dan politik. Dalam pengelolaan sumber daya perlu diperhatikan 7 prinsip penting, yaitu:
1. kelestarian sumber daya alam,
2. kelestarian budaya,
3. ekonomi,
4. partisipatif,
5. akuntabilitas dan transparansi,
6. keterpaduan, dan
7. persatuan dan kesatuan.

Tahapan yang sebaiknya dilakukan dalam menyusun rencana pengelolaan sumber daya laut adalah sebagai berikut.
1. Penentuan batas, yang terdiri dari:
o Penentuan batas kewenangan daerah; dan
o Penentuan batas kewenangan pengelolaan.
2. Identifikasi potensi lokal, yang terdiri dari:
o Identifikasi potensi sumber daya laut;
o Identifikasi potensi ekonomi;
o Identifikasi potensi sosial dan kelembagaan lokal; dan
o Identifikasi isu-isu pengelolaan.
3. Penetapan kebijakan pengelolaan, yang meliputi:
o Kebijakan investasi;
o Kebijakan perpajakan;
o Pengawasan berbasis masyarakat; dan
o Pengembangan kelembagaan.
4. Menetapkan zonasi secara partisipatif.
5. Menetapkan pola pemanfaatan.
6. Penyusunan program aksi.
7. Monitoring dan evaluasi.
Kelestarian sumber daya perikanan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan yang ingin dicapai setelah adanya penyerahan pengelolaan wilayah laut dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa hal pokok yang kiranya perlu menjadi perhatian pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan otonomi pengelolaan wilayah laut. Hal-hal tersebut meliputi di bawah ini.
1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menyangkut peningkatan kemampuan dan kapasitas aparat pemerintah daerah yang menangani bidang perikanan dan kelautan. Selain itu, ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petani ikan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dan kelautan.
2. Adanya partisipasi aktif dari masyarakat dan stakeholders lain mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, implementasi, dan pengawasan pembangunan wilayah pesisir dan laut. Adanya partisipasi masyarakat akan semakin mempercepat terwujudnya good governance yang semakin transparan dan accountable dalam pengelolaan wilayah laut.
3. Perlu adanya political will pemerintah dalam menyediakan fasilitas proses peningkatan kapasistas masyarakat mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut secara kolektif. Termasuk melindungi masyarakat dari penetrasi kekuatan pemilik modal. Political will ini harus didukung pula oleh lembaga legislatif, yudikatif, dan aparat keamanan.
4. Penerapan law enforcement yang tegas bagi para pelanggar hukum yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan menggunakan alat-alat yang merusak, seperti trawl, bom, dan potassium. Penerapan law enforcement hendaknya jangan hanya mengandalkan lembaga-lembaga formal yang ada, tetapi melibatkan juga masyarakat melalui lembaga-lembaga adat dan organisasi kemasyarakatan yang ada, seperti HNSI, organisasi pemuda, organisasi keagamaan, dan koperasi.
5. Ketersediaan dana akan sangat menentukan suksesnya pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. Dana yang tersedia dapat dialokasikan untuk dua hal. Pertama, peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang terdiri dari aparat pemerintah dan masyarakat. Kedua, dana untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur wilayah dan pengelolaan sumber daya yang ada di wilayah kabupaten/kota. Khusus untuk dana pengelolaan sumber daya seyogianya diambil dari sebagian keuntungan pemanfaatan sumber daya perikanan yang dipungut pemerintah.

1 komentar: